Daftar Spesies Prioritas Nasional Untuk Katagori Reptil dan Amfibi di Indonesia
A. Nama Spesies Prioritas
Dari uji kriteria yang dilakukan terpilih 22 spesies reptil dan amfibi prioritas sangat tinggi dan tinggi yang terdiri dari 18 spesies reptil dan 4 spesies amfibi. Perlu ditambahkan bahwa penyu laut tidak dimasukkan dalam pengelompokan herpetofauna. Berikut ini adalah daftar spesies-spesies prioritas nasional untuk katagori/ kelompok reptil dan amfibi menurut Permenhut Nomor P 57 Tahun 2008 :
No
|
Nama
|
Keterangan
|
Prioritas Sangat Tinggi | ||
1 | Kura-kura rote Chelodina mccordi | Endemik pada beberapa lokasi di Pulau Rote (Propinsi Nusa Tenggara Timur), populasi berkurang drastis karena pencemaran perairan di darat dan perdagangan untuk hewan peliharaan. Laporan terakhir menyatakan bahwa hewan ini sudah tidak ditemukan lagi di habitat aslinya. Dikategorikan CR pada IUCN dan Apendiks II CITES. Diajukan untuk dilindungi. |
2 | Kura-kura bintang Chitra chitra | Diperdagangkan. Status dalam IUCN (Red List) Critically Endangered, masuk dalam Apendiks II CITES. Penyebaran di Thailand (di daerah pesisir semenanjung), Myanmar dan Indonesia (Jawa). Saat ini sangat jarang dijumpai di alam, status populasi di Indonesia tidak diketahui dan perlu mendapat perhatian. Sudah dilindungi |
3 | Kura-kura sulawesi Leucocephalon yuwonoi | Endemik Sulawesi, terutama habitat hutan. Diduga terdapat di TN Dumoga-Bone dan Cagar Alam Panua. Diperdagangkan untuk dikonsumsi, obat tradisional dan hewan peliharaan. CR pada IUCN 2006. Apendiks II CITES. Dilindungi |
4 | Baning kuning Indotestudo forstenii | Kura-kura darat endemik Sulawesi, terutama pada habitat hutan. Diduga terdapat di TN Dumoga-Bone dan cagar Alam Panua. Diperdagangkan untuk dikonsumsi, obat tradisional dan hewan peliharaan. EN pada IUCN 2006, Appendiks II CITES. |
5 | Bajuku, Tuntong Callagur borneoensis | Diperdagangkan. Status dalam IUCN (Red List) Critically Endangered, masuk dalam Apendiks II CITES. Penyebaran di Malaysia (Sarawak dan Semenanjung Malaya), Thailand (di daerah pesisir semenanjung) dan Indonesia (Kalimantan dan Sumatra). Beberapa penelitian mengenai jenis ini pernah dilakukan pada tahun 1980-1990an, antara lain mengenai perilaku memijah dan penangkaran. Tidak dilindungi |
6 | Biuku Batagur baska | Diperdagangkan. Status dalam IUCN (Red List) Critically Endangered, masuk dalam Apendiks I CITES. Menyebar di India, Bangladesh, Myanmar, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia ditemukan di Sumatera. Penelitian terbatas mengenai jenis ini sudah dilakukan antara lain mengenai perilaku memijah dan penangkaran. Dilindungi. |
7 | Biawak biru Varanus melinus | Penyebaran terbatas di Pulau Obi dan kemungkinan juga di Pulau Sula, Maluku. Panjang 80-120 cm. Data dasar mengenai biologi, populasi dan ekologi tidak ada. Tahun 1999 Jerman menyiapkan proposal untuk memasukkan jenis ini kedalam CITES Apendiks I (dari Apendiks II) namun tidak berhasil. Diperdagangkan untuk hewan peliharaan. Tidak dilindungi |
8 | Biawak merak Varanus auffenbergi | Endemik dari Pulau Timor, Nusa tenggara Timur. Tidak banyak data mengenai jenis ini. Diperdagangkan untuk hewan peliharaan. Apendiks II CITES. Tidak dilindungi. |
9 | Ular python maluku Morelia clastolepis | Endemik Maluku, sebelumnya diangap sebagai bagian dari M. amethistina dan dipisahkan menjadi spesies tersendiri pada tahun 2000. Habitat hutan sekunder dan primer. Populer sebagai hewan peliharaan. Apendiks II CITES. Tidak dilindungi. |
10 | Ular python Halmahera Morelia tracyae | Endemik pulau Halmahera, sebelumnya diangap sebagai bagian dari M. amethistina dan dipisahkan menjadi spesies tersendiri pada tahun 2000. Habitat hutan sekunder dan primer. Populer sebagai hewan peliharaan. Apendiks II CITES. Tidak dilindungi. |
11 | Ular python kerdil Tanimbar Morelia nauta | Endemik pulau Tanimbar, sebelumnya diangap sebagai bagian dari M. amethistina dan dipisahkan menjadi spesies tersendiri pada tahun 2000. Habitat hutan sekunder dan primer. Berukuran lebih kecil daripada kerbat Morelia lainnya, dengan ukuran dewasa sekitar 1,5-2 m. Populer sebagai hewan peliharaan. Apendiks II CITES. Tidak dilindungi. |
12 | Buaya siam Crocodylus siamensis | Penyebaran luas di Asia tenggara meliputi Brunei Darussalam, Kambodja, Indonesia (Kalimantan dan mungkin Jawa), Laos, Malaysia (Sabah, Serawak), Myanmar, Thailand dan Vietnam, namun di kebanyakan negara ini kemungkinan populasinya kecil atau bahkan punah. CR dalam IUCN, masuk dalam Apendiks I CITES. Perlu penelitian lebih dalam mengenai status populasi di alam. Dilindungi. |
13 | Katak barbourula Barbourula kalimantanensis | Endemik di Kalimantan, habitat hutan. Ukuran populasi kecil. Endangered dalam IUCN 2007. Tidak dilindungi, populasi sangat terbatas dan baru-baru ini saja ditemukan kembali setelah deskripsi awal tahun 1978. Informasi tentang biologi, ekologi dan populasi hampir tidak ada. Non Apendiks. Tidak dilindungi. |
14 | Katak pohon merah Nyctixalus margaritifer | Endemik di Jawa Barat dan hanya ditemukan di hutan. Ukuran populasi dan jumlah individu dalam populasi diduga kecil. Diperdagangkan sebagai hewan peliharaan. Penelitian dasar hampir tidak ada. Non Apendiks. Tidak dilindungi, namun sedang dalam pengajuan untuk dilindungi |
15 | Kodok merah Leptophryne cruentata | CR dalam IUCN 2006. Populasi sangat terbatas di sekitar sungai dalam kawasan hutan di TN Gede Pangrango, Jawa Barat. Tidak diperdagangkan. Penelitian dasar baru mulai dilakukan dalam dua tahun terakhir. Non Apendiks. Diajukan untuk dilindungi |
16 | Kodok klaviger Bufo claviger | Endemik dataran tinggi Bengkulu, namun baru ditemukan di Sumatera Selatan (bagian TN Kerinci Seblat). Kemungkinan dapat beradaptasi dengan hutan sekunder, namun perlu kajian lebih dalam lagi. Status dalam IUCN (Red List) Endangered (EN). Non Apendiks. Tidak dilindungi. |
Prioritas Tinggi | ||
17 | Kura-kura irian Chelodina gunaleni | Endemik di daerah rawa Asmat, Papua. Diperdagangkan untuk hewan peliharaan. Data biologi, ekologi dan populasi tidak ada. Tidak dilindungi. |
18 | Kura-kura reimani Chelodina reimanni | Saat ini diketahui bahwa penyebaran hanya ada di satu lokasi yaitu di Merauke (Papua). Status taksonomi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Data biologi, ekologi dan populasi di alam tidak ada, walaupun telah ada catatan mengenai jenis ini di penangkaran. Status pada IUCN adalah Lower Risk. Tidak dilindungi. |
19 | Sanca macklot Liasis mackloti | Apendiks II CITES. Penyebaran meliputi Australia (Queensland Utara, Western Australia dan Northern Teritory). Di Indonesia antara lain dijumpai di Nusa Tenggara, yaitu di Timor dan pulau Rote serta Semau. Diperdagangkan. Penelitian masih terbatas. Diajukan untuk dilindungi untuk sub spesies savuensis. |
20 | Ular python Python curtus | Dijumpai di Asia Tenggara antara lain di Thailand, Malaysia (Sarawak dan Semenanjung Malaya), Indonesia (Sumatera, Kepulauan Riau, Lingga, Bangka, Mentawai dan Pulau Kalimantan. Terdiri dari beberapa sub-spesies. Diperdagangkan terutama untuk kulit, Apendiks II CITES. Penelitian dasar mengenai bio-ekologi sangat sedikit. Tidak dilindungi. |
21 | Biawak timor Varanus timorensis | Biawak ini hidup di pulau-pulau kecil di timur Indonesia antara lain pulau Timor, Sawu, dan Rote. Ditemukan juga di Australia dan Papua New Guinea. Beberapa penelitian dasar telah dilakukan. Apendiks II CITES. Dilindungi. |
22 | Buaya sinyulong Tomistoma schlegelii | Penyebaran di Indonesia terdapat di Sumatera dan Kalimantan pada hutan rawa. EN pada IUCN 2000. Apendiks I CITES. Beberapa informasi dasar tentang bioekologi dan populasi telah ada. Dilindungi. |
Strategi aksi bagi setiap spesies dilakukan berdasarkan tiga kriteria yaitu penelitian, perlindungan, dan pemanfaatan lestari (Tabel 10). Dari semua spesies prioritas, hanya buaya siam Crocodylus siamensis dan kodok merah Leptophryne cruentata yang dianggap telah mempunyai peta penelitian yang jelas. Namun sejauh ini hasil penelitian masih sedikit dipublikasikan atau dalam bentuk laporan terbatas dan masih diperlukan penelitian lebih dalam. Penelitian untuk spesies prioritas lainnya hampir tidak ada dan data yang tersedia hanyalah berupa laporan penyebaran, sementara data biologi dan ekologi tidak ada sama sekali.
Enam dari delapan spesies kura-kura prioritas tidak memiliki perlindungan sama sekali, baik dalam bentuk habitat (misalkan berada dalam kawasan lindung) maupun masuk dalam daftar spesies yang dilindungi UU Indonesia. Dua spesies kura-kura yaitu Kura-kura reimani Chelodina reimanni dan Kura-kura irian C. gunaleni perlu mendapat perlindungan habitat yaitu dengan menjadikan areal penyebaran spesies ini sebagai kawasan lindung.
Pada dasarnya semua kura-kura berukuran besar dan Kura-kura rote C. mccordi sudah masuk dalam kategori Genting. Spesies-spesies yang belum memperoleh status perlindungan perlu mendapatkan status perlindungan agar program dapat berjalan. Dari evaluasi dan informasi pedagang, Kura-kura bintang Chitra chitra, Bajuku Callagur borneoensis dan Biuku Batagur baska maupun Kura-kura rote sudah mendesak untuk dilakukan penyelamatan segera. Beberapa spesies kura-kura sulit dijumpai di alam karena populasi alaminya jauh menurun namun ternyata memiliki populasi lebih tinggi di tangkaran (baik di kebun binatang maupun para hobbyis atau breeder di dalam maupun di luar negeri).
Sebagai contoh Kura-kura rote C. mccordi yang saat ini sulit dijumpai di habitat aslinya (Shepherd & Ibarrondo 2007) ternyata mampu dikembangbiakkan di luar habitat aslinya. Beberapa pedagang yang pernah diwawancarai oleh IRATA (Indonesian Reptile and Amphibian Traders Association) menyatakan memiliki C. mccordi di tangkaran. Penyelamatan dalam bentuk program pengembangbiakan spesies-spesies prioritas perlu segera dilakukan sebelum kondisi genetik spesimen yang ada menurun. Penanganan spesies-spesies ini dapat ditangani sekaligus pada suatu pusat penyelamatan misalnya di Cikananga, tetapi diperlukan adanya persetujuan dan dukungan dari lingkungan akademisi agar pusat tersebut memiliki posisi tawar yang baik dan dapat melakukan aktivitas pencarian dana. Diharapkan dengan berhasilnya penangkaran maka di masa depan dapat dilakukan pengembalian kembali spesies kura-kura yang langka di habitat alaminya.
Jenis-jenis biawak dan buaya yang menjadi prioritas hampir semuanya berada dalam habitat yang tidak dilindungi. Ketiga jenis biawak yang masuk ke dalam daftar prioritas (Biawak merak, Biawak biru, Biawak timor) hidup di pulau-pulau kecil di daerah timur Indonesia, di luar kawasan konservasi. Oleh karena itu diharapkan habitat dari ketiga jenis biawak ini bisa dilindungi. Dua spesies buaya yang masuk dalam daftar prioritas yaitu Buaya siam Crocodylus siamensis dan Buaya sinyulong Tomistoma schlegeii telah masuk dalam daftar satwa dilindungi UU. Namun hanya T. schlegelii yang diketahui berada dalam kawasan dilindungi, sementara C. siamensis tidak diketahui dengan jelas apakah terdapat pada kawasan lindung. Pelestarian perlu diarahkan pada kegiatan in-situ.
Hal yang sama juga pada spesies-spesies ular yang dilindungi, dimana hampir semuanya (kecuali P. curtus) merupakan spesies endemik pulau-pulau kecil yang tidak dilindungi oleh pemerintah. Diharapkan spesies- spesies ular prioritas ini mendapat perlindungan, setidaknya pada habitat aslinya. Pelestarian spesies ular prioritas hendaknya diarahkan pada kegiatan in-situ.
Sementara untuk keempat spesies katak yang mendapat prioritas, hampir tidak ada penelitian yang mendalam kecuali untuk Kodok merah L. cruentata yang saat ini telah dimulai oleh tim dari IPB (Kusrini 2007). Dua spesies katak yang yang penyebarannya di Jawa Barat yaitu Katak pohon merah N. margaritifer dan Kodok merah L. cruentata diketahui hidup di dalam kawasan lindung (Taman Nasional Gede Pangrango) sehingga paling tidak habitat kedua spesies ini telah mendapat perlindungan pemerintah. Sementara dua spesies lagi yaitu B. claviger salah satu penyebarannya ada di TN Kerinci Seblat tapi juga tersebar di lokasi lain yang belum dilindungi. Spesies lain, Katak barbourula B. kalimantanensis dijumpai di luar kawasan lindung. Oleh karena itu, perlindungan kawasan sangat perlu untuk kelangsungan hidup spesies ini.
Untuk semua spesies prioritas, pemanfaatan perlu dikaji dengan seksama, khususnya bagi spesies yang tidak memiliki strategi penelitian, perlindungan dan pelestarian dalam 10 tahun ke depan. Diluar ketiga strategi ini, perlu adanya dukungan kebijakan yang berupa:
- Perlindungan bagi spesies-spesies yang belum dideskripsikan (undiscribed species)
- Perlindungan bagi spesies yang terdapat di pulau kecil (disesuaikan dengan kebutuhan spesies. Spesies berukuran besar membutuhkan ukuran pulau yang relatif lebih besar)
- Pembangunan pusat penyelamatan kura-kura berukuran besar (mencakup paling sedikit 8 spesies).
Matriks arahan kebijakan khusus untuk kelompok reptil dan amfibi (disusun berdasarkan taksa).
No
|
Spesies
|
Penelitian
|
Perlindungan
|
Pemanfaatan
|
|
Reptilia: Kura-kura
|
|||||
1
|
Chelodina mccordi
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Status diubah menjadi dilindungi. Perlindungan habitat
di luar kawasan lindung, restorasi habitat. Perlu ditangkarkan
(eks-situ) dan kemungkinan re-stocking. Perlu ada peningkatan kesadaran
masyarakat.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
2
|
Leucocephalon yuwonoi
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Perlu ada peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
3
|
Indotestudo forstenii
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
4
|
Callagur borneoensis
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
5
|
Batagur baska
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
6
|
Chelodina reimanni
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Kemungkinan dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
7
|
Chelodina gunaleni
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Kemungkinan dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
8
|
Chitra chitra
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung. Peningkatan kesadaran masyarakat.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
Reptilia: Biawak dan Buaya
|
|||||
9
|
Varanus melinus
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
10
|
Varanus auffenbergi
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
11
|
Varanus timorensis
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
12
|
Crocodylus siamensis
|
Sudah ada penelitian, perlu diperdalam
|
Kemungkinan ada yang di luar kawasan lindung. Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
13
|
Tomistoma schlegelii
|
Sudah ada penelitian, perlu diperdalam
|
Di dalam kawasan lindung, perlu pengawasan
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
Reptilia: Ular
|
|||||
14
|
Morelia tracyae
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
||
15
|
Morelia nauta
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
16
|
Liasis mackloti
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
17
|
Python curtus
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet dan kulit, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
18
|
Morelia clastolepis
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dijual sebagai pet, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
Katak
|
|||||
19
|
Barbourula kalimantanensis
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Dimakan oleh penduduk lokal, perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
20
|
Bufo claviger
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Di dalam kawasan lindung tapi di duga juga terdapat di luar kawasan lindung. Perlindungan habitat di luar kawasan lindung.
|
Tidak dimanfaatkan
|
|
21
|
Nyctixalus margaritifer
|
Semua aspek meliputi biologi, reproduksi dan ekologi
|
Di dalam kawasan lindung, namun mikrohabitat kemungkinan merupakan jalur rekreasi sehingga perlu pengawasan.
|
Perlu kajian terhadap pemanfaatan lestari
|
|
22
|
Leptophryne cruentata
|
Sudah ada penelitian, perlu diperdalam
|
Di dalam kawasan lindung, namun mikrohabitat kemungkinan merupakan jalur rekreasi sehingga perlu pengawasan.
|
Tidak diperjualbelikan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar